ORANGTUA atau para ahli selalu
menyarankan agar seorang karyawan bisa bekerja dengan baik dan berperilaku baik
jika ingin cepat mendapatkan promosi. Namun kenyataannya, orang baik sering
kali menjadi orang terakhir yang diperhitungkan untuk mendapat promosi. Apa
yang salah?
Saat kita kecil atau mulai masuk dalam dunia kerja, orang tua, bahkan konsultan karier, kerap kali memberi saran agar kita selalu bersikap sopan, bisa dipercaya, baik hati, kooperatif, dan toleran. Dengan sifat dan sikap ini, orangorang di sekeliling kita, termasuk atasan, akan menyukai kita. Kita akan memiliki banyak teman, dan tentu saja karier akan melaju pesat.
Saat kita kecil atau mulai masuk dalam dunia kerja, orang tua, bahkan konsultan karier, kerap kali memberi saran agar kita selalu bersikap sopan, bisa dipercaya, baik hati, kooperatif, dan toleran. Dengan sifat dan sikap ini, orangorang di sekeliling kita, termasuk atasan, akan menyukai kita. Kita akan memiliki banyak teman, dan tentu saja karier akan melaju pesat.
Tapi nyatanya tidak begitu. Dr Christine Riordan, Dekan University of Denver’s Daniels of Business, sekaligus konsultan berbagai perusahaan, yang telah melakukan studi dan pengamatan selama lebih dari 20 tahun,menyimpulkan bahwa terlalu baik tidak akan mampu membuat seseorang naik jabatan.
Bahkan, ia berani mengatakan bahwa bersikap terlalu baik bisa menghambat kemajuan karier dan memperlemah sebuah kepemimpinan. Begitu juga dengan sikap memelihara, simpatik, dan suportif. Sikap-sikap ini juga tidak terlalu berguna bagi kenaikan jabatan,juga bagi kenaikan gaji.
Namun, tentu saja ada juga berita baiknya. Bersikap baik dan ramah berhubungan dengan kepuasan hidup dan bekerja. Orangorang yang memiliki kualitas ini umumnya punya produktivitas kerja yang baik.Tentu saja hal ini dibutuhkan perusahaan.
Pertanyaannya, mengapa bersikap baik dan ramah bisa menghambat karier? Jawabnya, karena sikap ini membuat orang tersebut cenderung enggan untuk melakukan konfrontasi atau kesulitan lainnya di tempat kerja.
Riordan menuturkan pernah bekerja sama dengan seorang wakil direktur bagian marketing sebuah rumah sakit. Ia adalah orang yang menyenangkan.Pada awal kariernya, ia sangat sukses. Namun, begitu mencapai level wakil direktur, ia mengalami kesulitan menghadapi berbagai kepentingan dan konflik yang mengharuskannya cepat mengambil sikap.Karena terbiasa bekerja dengan kondisi yang harmonis,ia menjadi lambat saat diharuskan bertindak cepat.
Kelambanannya ini lalu membuat eksekutif yang lebih lincah dan dinamis mengambil keputusan tanpa keterlibatannya. Karena frustrasi, menurut Riordan, sang wakil direktur itu lantas mengundurkan diri.
“Pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini ialah seorang pemimpin harus mampu mengatasi setiap tantangan yang muncul. Ia harus mampu memilah kepentingan mana yang harus diutamakan di antara banyak kepentingan,” kata
Riordan, seperti dikutip dari Careerbuilder.com.
Masih menurut Riordan,untuk menjadi manajer yang sukses, seseorang harus mampu mengatasi isu-isu kontroversial sebagaimana ia merespons hal-hal yang konstruktif atau menangani kritik. Ia harus mampu membuat sebuah keputusan yang sulit dan membantu memulihkan kerja karyawannya yang buruk.
Satu hal lagi, seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan yang tidak populer, sebuah tantangan yang umumnya dihindari oleh mereka yang ingin selalu bersikap baik dan sopan.
Orang yang baik umumnya juga enggan untuk menunjukkan pendapatnya karena tidak ingin ada kontroversi atau tidak ingin melawan arus. Ia juga sungkan untuk meminta kenaikan gaji, promosi, atau kesempatan mengerjakan proyek yang berprospek tinggi.Karena itulah,orang yang lebih cekatan akan menyalip orang tersebut atau karena keengganannya untuk pamer,maka hasil kerjanya tidak dilihat atau terlihat atasan.
“Juga sudah banyak buktinya bahwa pemimpin yang terlalu baik akan kesulitan untuk mengatasi konflik. Saat menghadapi sebuah konflik, maka ia akan mempertontonkan sebuah kepemimpinan yang lemah,”tegas Riordan.
Masih menurut Riordan,untuk menjadi manajer yang sukses, seseorang harus mampu mengatasi isu-isu kontroversial sebagaimana ia merespons hal-hal yang konstruktif atau menangani kritik. Ia harus mampu membuat sebuah keputusan yang sulit dan membantu memulihkan kerja karyawannya yang buruk.
Satu hal lagi, seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan yang tidak populer, sebuah tantangan yang umumnya dihindari oleh mereka yang ingin selalu bersikap baik dan sopan.
Orang yang baik umumnya juga enggan untuk menunjukkan pendapatnya karena tidak ingin ada kontroversi atau tidak ingin melawan arus. Ia juga sungkan untuk meminta kenaikan gaji, promosi, atau kesempatan mengerjakan proyek yang berprospek tinggi.Karena itulah,orang yang lebih cekatan akan menyalip orang tersebut atau karena keengganannya untuk pamer,maka hasil kerjanya tidak dilihat atau terlihat atasan.
“Juga sudah banyak buktinya bahwa pemimpin yang terlalu baik akan kesulitan untuk mengatasi konflik. Saat menghadapi sebuah konflik, maka ia akan mempertontonkan sebuah kepemimpinan yang lemah,”tegas Riordan.
Posting Komentar
Posting Komentar