Pagi itu , disela-sela ‘memandikan’ piring , sendok, dan teman-temannya yang lain …. ada salah satu di antara mereka yang paling sulit dimandiin (dibersihkan), yang paling hitam, dan paling ber-kerak, yaitu si panci . Si piring dan kakak beradik si sendok dan garpu begitu mudah dan nurut untuk dimandikan… Di kasih sabun, dilap dengan spon, dibilas, bersih dah… pake handuk (lap), kering seketika .
Berbeda dengan kakak tertua, si Wajan dan si bandel panci, setelah main-main dengan telur goreng, nasi goreng, dan mie goreng sekian lama, badan mereka begitu kotor, berkerak lagi. Untuk membuat mereka bersih dan segar, tidak bisa hanya dengan sekali lap dengan spon , sekali bilas, sekali cuci, apalagi lap kain ato apalah yang permukaannya halus / lembut, tapi dengan penggosok yang terbuat dari sejenis logam yang permukaannya kasar lah ..kerak itu sedikit demi sedikit luntur, lepas, dan akhirnya hilang, walopun terkadang meninggalkan goresan di tubuh wajan dan panci. Setelah itu baru kemudian di cuci dengan sabun, biar wangi dan segar….
Sesaat setelah itu, terpikir olehku seonggok daging dalam diri manusia yang disebut dengan Hati.
Ketika hati itu digunakan dengan baik oleh orang yang diamanahi untuk membawanya , maka hati itu akan terawat, bersih, indah dipandang oleh yang memberinya, berkilauan bak sinar mentari, senang berdekat dengan hati itu….
ketika asma Allah yang terus terlantunkan, kalimat dzikir yang membasahi lidah, dan tafakur serta tadabbur yang menyibukkan pikiran, maka begitu mulianya hati itu, mudah dibersihkan ketika ada kotoran maksiat yang menempel … entah itu dengan istighfar , ato dengan sholat, dengan sedekah , ato dengan hal yang lain yang masih dalam kategori ‘mudah’ untuk membuat hati itu kembali bersinar ….
Namun, di sisi lain, ketika hati yang pada awalnya bersih, itu terkotori oleh maksiat yang berlarut-larut, maka tidak mustahil, hati itu akan ternodai dengan noda-noda hitam, yang makin lama, akan makin berkerak. Begitu sulitnya cahaya hidayah itu masuk, begitu mudahnya tuntutan hawa nafsu itu terpenuhi … astaghfirullah …
Ketika hati berkerak, maka mungkin saja, tidak cukup dengan istighfar, sholat, sedekah .. tapi diperlukan pengorbanan besar, pengikatan hawa nafsu dengan kuat-kuat, kebimbangan yang hebat, kesulitan mengubah kebiasaan, kesulitan menghindari maksiat yang pada awalnya menjadi sebuah kebiasaan… ibaratnya, hati itu harus ‘digosok dengan pembersih yang terbuat dari logam itu’ agar bener-bener bersih, rasa sakit, goresan luka itu mungkin akan membekas, kenyataan pahit mungkin akan dihadapi.Akan tetapi, itulah konsekuensi dari sebuah Taubat, pengorbanan jiwa dan raga ….. kadang harus jujur ketika biasanya berbohong, kadang harus menghindar ketika biasanya mendekat, kadang harus menahan hawa nafsu ketika biasanya tertahan hawa nafsu … semoga Allah membantu kita untuk memperjuangkan keistiqomahan taubat nasuha itu.
Namun, lebih baik hatiku yang hitam dan berkerak ini digosok habis-habisan , terluka di sana sini hingga bisa sebersih mungkin selama di dunia dan mumpung masih diberi kesempatan hidup untuk bersih-bersih, daripada adzab Allah yang nanti (di hari akhir nanti) yang menggosok , menyikat, mencelupkan hati ini kedalam api yang membara … Na’udzubillahi Min Dzaalik…
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kami …
dosa-dosa yang sering kami lakukan kembali setelah kami bertaubat…
anugerahkanlah kekuatan kepada kami…
kekuatan untuk tetap istiqomah dalam taubat kami ….
keistiqomahan untuk membersihkan hati ini…
dari kerak-kerak maksiat kami…
dari noda-noda kelalaian kami…
dan dari tuntutan hawa nafsu yang menjerat kami …
amiin ya Rabbal ‘Aalamiin - (kabulkanlah Wahai Rabb Seluruh Alam)
semoga bermanfaat
Mohammad Yasrif Ananda
http://bungakehidupan.wordpress.com
Posting Komentar
Posting Komentar